
Kesatuan dapat direkatkan dalam suasana politik desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan memberi kesempatan dan keleluasaan kepada Daerah untuk melaksanakan pemerintahannya. Cita-cita ideal seperti ini bukan sesuatu yang mudah dikerjakan. Indonesia sendiri berpengalaman dalam menentukan corak desentralisasi dengan bermacam-macam undang-undang. Target dan capaiannya adalah penataan hubungan kepemerintahan dan kemasyarakatan yang sesuai dengan ciri khas Indonesia sebagai bangsa dan negara. Pemerintahan lokal yang otonom dan mandiri memiliki mensyaratkan hal-hal seperti berikut, bahwa pemerintah lokal mempunyai teritorium yang jelas, memiliki status hukum yang kuat untuk mengelola sumberdaya dan mengembangkan lokal sebagai lembaga yang mandiri dan independen. Ini tentu harus didukung oleh kebijakan yang menyiratkan bahwa kewenangan pemerintah pusat sangat kecil dan pengawasan yang dilakukannya lebih bersifat tak langsung.
Bahwa Otonomi Daerah tujuannya bagus, terutama memberikan kepercayaan kepada pemerintah daerah (Gub/Bupati/Walikota) untuk membangun daerahnya dengan baik, cepat dan sesuai kebutuhan daerah sehingga daerah itu cepat berkembang dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kemajuan pembangunan.
Hanya saja....kadang pemerintah Kab/Kota muncul pembangkangan kepada Gubernurnya, hal ini terjadi, karena munculnya penafsiran yang keliru terhadap Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. dijelaskan pada bagian 1 huruf (s) terdapat kalimat: “Daerah provinsi bukan merupakan pemerintah atasan dari daerah kabupaten/kota. Dengan demikian daerah otonomi provinsi dan daerah kabupaten/kota tidak mempunyai hubungan hierarki.”
Bilamana dikaitkan dengan hal itu, maka penjelasan UUD 1945 juga menyatakan: “Oleh karena negara Indonesia itu suatu eenheidstaat, maka Indonesia seakan mempunyai daerah di dalam lingkungannya yang bersifat staat juga. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi, dan daerah propinsi akan dibagi pula dalam daerah yang lebih kecil.” Dalam penjelasan ini, terlihat bahwa pemikiran dasar pembagian daerah besar dan kecil adalah dalam suatu perjenjangan yang seluruhnya berada dalam satu negara kesatuan.
Dari perbandingan kedua dasar hukum tadi, terlihat bahwa konsesi yang ditebar dalam UU No. 32 Tahun 2004 sebenarnya tidak sejalan, bahkan bertentangan dengan dasar pikiran yang dianut dalam UUD 1945 yang justru dijadikan dasar hukum bagi kelahirannya. Lebih dari sekedar logika yuridis, secara materil keberadaan dasar pikiran yang digunakan dalam UUD tadi mengandung permasalahan wawasan yang sifatnya sangat mendasar.
Bahwa Otoda, memang sering memunculkan masalah politik di daerah antara lain:
- Partai yang menjadi penguasa di daerah belum sama partai yang berkuasa, sehingga kadang-kadang menimbulkan kesejangan
- Kebijakan politik di pusat, belum tentu sama dengan kondisi di daerah
- Pembangkangan pemerintah daerah besar kemungkinannya bisa terjadi, kalau pemerintah pusat tidak terlalu memperhatikan kepentingan pemerintah daerah
- Munculnya usulan-usulan daerah untuk pemekaran ProvKab/Kota, yang cenderung membebani keuangan negara, karena belum memenuhi syarat, akan tetapi dipaksakan untuk dibentuk Prov/Kab/Kota, dan kalau tdk diloloskan maka mungkin saja akan terjadi masalah keamanan di daerah itu
- Dengan banyaknya partai untuk masuk dalam PEMILU/PILKADA, cenderung membebani keuangan daerah, dan sering terjadinya demo yang mengarah kepada tindakan anarkis dan merusak tatanan demokrasi di daerah
materi referensi:
UU No.32 tahun 2004 + apa yang dilihat dalam pelaksanaan PILKADA dan Pemilu di daerah
0 komentar:
Posting Komentar