Di sinilah pentingnya peranan semua pihak baik orang tua, institusi pendidikan, pemerintah dan masyarakat untuk mengawasi anak, remaja dan muridnya, khususnya bagai yang masih dibawah umur untuk membekali mereka menghadapi perkembangan teknologi. Kita seharusnya memberikan edukasi kepada anak tentang bagaimana menyikapi perkembangan teknologi yang sangat cepat untuk digunakan semaksimal mungkin untuk kegiatan positif. Jejaring sosial juga mempunyai dampak yang positif dan juga dampak negatif.
Sama seperti di dunia nyata, kehidupan di media sosial pun seperti mozaik, heterogen, dan penuh dinamika. Ada tokoh utama, panutan, dan selalu menjadi rujukan. Sang Idola di media sosial. Ada juga yang menonton saja. Diam tapi tetap menyimak. Ada juga suporter fanatik, atau sekedar hura-hura saja. Ada yang berteriak lantang, namun tidak sedikit yang hanya bergumam saja, nyaris tak terdengar. Ada identitas yang transparan, namun lebih banyak juga yang tersembunyi atau samar-samar. Nama alias pun bertebaran. Tujuan dan motif bermedia sosial pun sepertinya berbeda-beda. Alasan dan argumentasi beragam. Perbedaan itu mungkin saja menimbulkan perdebatan, membentuk sekat-sekat yang memilah dan memilih siapa mereka dan siapa kami. Kami berbeda dengan mereka. Ada yang adu jotos dan saling mencaci maki, ada juga yang saling memuji dan membela. Media sosial pun akhirnya seolah representasi, atau jangan-jangan, cermin dari hidup dan kehidupan di dunia nyata. Kata-kata pun seolah cermin dari peran dan karakter dari penggiat media sosial. Benarkah?
Ya, hiruk-pikuk dan dinamika media sosial menjadi skeptisme tentang kemungkinan timbulnya modal sosial bagi para penikmatnya. Ketika puluhan ribu, bahkan puluhan juta orang tergabung dalam sebuah media sosial, akhirnya keunikan dan kreatifitas menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam mengarungi kehidupan di media sosial. Artinya, belum tentu setiap penikmat media sosial mendapatkan modal sosial yang setara. Kadar atau takaran modal sosial yang diperoleh pun berbeda-beda.
Dampak positif jejaring sosial :
- Anak dan remaja dapat belajar mengembangkan ketrampilan teknis dan sosial yang sangat dibutuhkan di era digital seperti sekarang ini. Mereka akan belajar beradaptasi, bersosialisasi dengan publik dan mengelola jaringan pertemanan.
- Memperluas jaringan pertemanan. Berkat situs jejaring sosial ini anak menjadi lebih mudah berteman dengan orang lain di seluruh dunia. Meskipun sebagian besar diantaranya tidak pernah mereka temui secara langsung.
- Anak dan remaja akan termotivasi untuk belajar mengembangkan diri melalui teman-teman yang mereka jumpai secara online, karena mereka berinteraksi dan menerima umpan balik satu sama lain.
- Situs jejaring sosial membuat anak dan remaja menjadi lebih bersahabat, perhatian dan empati. Misalnya memberikan perhatian saat ada teman mereka berulang tahun, mengomentari foto, video dan status teman mereka, menjaga hubungan persahabatan meski tidak dapat bertemu secara fisik.
Dampak negatif jejaring sosial :
- Anak dan remaja menjadi malas belajar berkomunikasi di dunia nyata. Tingkat pemahaman bahasapun menjadi terganggu. Jika anak terlalu banyak berkomunikasi di dunia maya.
- Situs jejaring sosial akan membuat anak dan remaja lebih mementingkan diri sendiri. Mereka menjadi tidak sadar akan lingkungan di sekitar mereka, karena kebanyakan menghabiskan waktu di internet. Hal ini dapat mengakibatkan menjadi kurang berempati di dunia nyata.
- Bagi anak dan remaja, tidak ada aturan ejaan dan tata bahasa di situs jejaring sosial. Hal ini membuat mereka semakin sulit untuk membedakan antara berkomunikasi di situs jejaring sosial dan di dunia nyata.
- Situs jejaring sosial adalah lahanyang subur bagi predator untuk melakukan kejahatan. Kita tidak akan pernah tahu apakah seseorang yang baru kita dikenal anak kita di internet menggunakan jati diri yang sesungguhnya atau tidak.
Rose Mini (psikolog dari Universitas Indonesia) pernah mengungkapkan bahwa, remaja khususnya lebih suka mengungkapkan mood nya di media jejaring sosial dibandingkan dengan mengungkapkannya kepada orang-orang terdekat, misala orang tua. Hal ini, menurut Rose Mini, karena mereka mengharapkan adanya perhatian dari para teman-teman yang ada di dalam media jejaring sosial itu. Semua itu ada kaitannya dengan pengakuan sosial dan pencarian eksistensi diri sebagai bagian dari karakristik generasi muda. Padahal sebenarnya media jejaring sosial bukan menjadi solusi untuk bisa menghilangkan bad mood itu. Maka disinilah diperlukan adanya pengendalian diri dari pada generasi muda dalam memanfaatkan sosial media.
0 komentar:
Posting Komentar