INFO ANYAR | UAS Mata Kuliah Hukum Bisnis dilaksanakan tanggal 10-06-2016 pukul 14.00 - 15.30 | RKAKL Online Klik Disini | Chek in Online Garuda Klik Disini | Cek Garuda Miles Klik Disini | Materi MK Hukum Bisnis, Lihat Pada Menu Materi Kuliah Hkm. Bisnis |

07 Desember 2014

Meluruskan Salah Kaprah Soal Meterai

Beginilah kalo lagi males nulis. Tapi bukan berarti saya harus berhenti berbagi informasi. Berikut adalah sumbangsih pemikiran yang dirulis oleh PISTA SIMAMORA (Penulis di Hukumpedia.com). Tulisan ini juga sepenuh copy paste tulisan beliau yang dipublish pada Ditulis pada 06/10/2014, 11:00 di hukumpedia.com

Meterai memang bukan barang langka. Bahkan, saking seringnya kita mendengar, membeli, dan menggunakan meterai, kita jadi menganggap meterai adalah tanda bahwa sesuatu yang kita lakukan itu sah. Hingga ada juga yang menganggap, tanpa adanya meterai, berarti sebuah perjanjian itu bisa batal. Anggapan ini memang harus sedikit diluruskan. Berikut ini adalah beberapa keterangan tentang meterai yang penting diketahui.

1. Perjanjian Kerja Tanpa Meterai?

Keabsahan suatu perjanjian tidak ditentukan oleh ada tidaknya meterai. Meterai hanya dipergunakan sebagai bukti bahwa Anda telah membayar pajak. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UU Bea Meterai

“Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini”

Namun demikian, pemeteraian surat perjanjian adalah penting agar surat perjanjian tersebut dapat digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata (lihat Pasal 2 ayat [1] huruf a UU Bea Meterai).

Jadi, dapat disimpulkan bahwa ketiadaan meterai dalam suatu surat perjanjian (termasuk Perjanjian Kerja) tidak berarti perbuatan hukumnya (Perjanjian Kerja) tidak sah, melainkan hanya tidak memenuhi persyaratan sebagai alat pembuktian.

Lebih lanjut silakan baca artikel Keabsahan PKWT Kerja Tanpa Meterai

2. Perpanjangan Perjanjian Perlu Meterai?

Selain soal apakah perjanjian harus menggunakan materai atau tidak, mungkin juga pernah ada yang bertanya-tanya apakah perpanjangan sebuah perjanjian perlu diberi materai juga atau tidak? Atau mungkin ada juga yang berpandangan bahwa sepanjangan perjanjiannya sudah menggunakan materai, maka perpanjangan kontraknya tidak perlu lagi pakai materai. Jadi, perlu kah materai untuk sebuah perpanjangan kontrak itu?

Seperti dijelasin di bagian atas, materai tidak berfungsi utk menyatakan suatu dokumen sah dan mengikat secara hukum atau tidak. Pemberian meterai jadi penting dan wajib bila perjanjian akan dijadikan sebagai alat pembuktian di pengadilan. Kalaupun suddah terlanjur tidak menggunakan meterai, tetap bisa dijadikan dokumen itu sebagai bukti di pengadilan setelah melakukan ‘Pemeteraian Kemudian’.

Lebih lengkap baca artikel ini ..

3. Berapa Besar Nominal Meterai Untuk Jual Beli Tanah?

Apakah meterai Rp 3000,- boleh digunakan pada akte jual beli sawah? Sebenarnya adakah aturan yang menentukan besarnya nominal meterai dalam akta jual beli tanah itu?

Meterai atau bea meterai diatur dalam UU Bea Meterai dan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tarif Bea Meterai Dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal Yang Dikenakan Bea Meterai (“PP 24/2000”). Bea meterai itu dikenakan salah satunya atas dokumen seperti akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Dengan asumsi bahwa akta jual beli sawah tersebut akan digunakan untuk mendaftarkan pengalihan hak atas tanah yang dibuat oleh PPAT, maka besarnya bea meterai dari akta PPAT jual beli sawah tersebut dapat dilihat dalam Pasal 2 ayat (1) PP 24/2000, yaitu sebesar Rp. 6000,- (enam ribu Rupiah).

Sebagai rujukan, bisa lihat di artikel-artikel berikut:

  • Berapa Nominal Meterai untuk Jual Beli Tanah?
  • Jumlah Meterai yang Perlu Dibubuhkan Pada Perjanjian


4. Apakah Nota Kesepahaman (MOU) Perlu Meterai?

MoU tidak mengikat para pihak layaknya perjanjian. MoU justru dibuat untuk menghindari kesulitan dalam pembatalan. Akan tetapi, perlu atau tidaknya suatu dokumen menggunakan meterai bukan terletak pada kekuatan dokumen tersebut mengikat atau tidak. Tetapi bergantung pada apakah dokumen tersebut akan digunakan sebagai alat bukti di persidangan atau tidak.

Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf a UU Bea Meterai, surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata merupakan salah satu dokumen yang dikenakan bea meterai. Jadi pada dasarnya ketentuan mengenai meterai tidak mensyaratkan bahwa suatu dokumen harus mempunyai kekuatan hukum mengikat baru memerlukan meterai, tetapi suatu dokumen perlu dibubuhi meterai jika akan digunakan sebagai alat bukti.

5. Jadi Apa Sebenarnya Fungsi Meterai?

Jadi, sebenarnya fungsi meterai itu apa ya?

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) UU Bea Meterai, fungsi atau hakikat utama Bea Meterai adalah pajak dokumen yang dibebankan oleh negara untuk dokumen-dokumen tertentu. Surat pernyataan atau perjanjian yang tidak dibubuhkan meterai tidak membuat pernyataan atau perjanjian tersebut menjadi tidak sah. Akan tetapi, jika Anda memang bermaksud untuk menjadikan surat pernyataan atau perjanjian tersebut sebagai alat bukti di pengadilan, maka harus dilunasi Bea Meterai yang terutang.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa surat pernyataan tetap sah walaupun tidak dibubuhi meterai. Akan tetapi, karena surat tersebut akan digunakan sebagai alat bukti di pengadilan, maka dikenakan Bea Meterai sebagai pajak dokumen. Surat pernyataan yang belum dibubuhi meterai tetapi ingin diajukan sebagai alat bukti di pengadilan, maka pelunasan Bea Meterai dilakukan dengan Pemeteraian Kemudian.

Menurut Pasal 1 huruf a Kepmenkeu No. 476/KMK.03/2002 Tahun 2002 tentang Pelunasan Bea Meterai dgn Cara Pemeteraian Kemudian (“Kepmenkeu 476/2002”), pemeteraian kemudian dilakukan atas dokumen yang semula tidak terutang Bea Meterai namun akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan. Pemeteraian kemudian juga dilakukan atas dokumen yang dibuat di luar negeri yang akan digunakan di Indonesia (Pasal 1 huruf c Kepmenkeu 476/2002). Pemeteraian kemudian wajib dilakukan oleh pemegang dokumen dengan menggunakan Meterai Tempel atau Surat Setoran Pajak dan kemudian disahkan oleh Pejabat Pos (Pasal 2 ayat [1] dan [2] Kepmenkeu 476/2002). Besarnya Bea Meterai yang harus dilunasi adalah sebesar Bea Meterai yang terutang sesuai dengan peraturan yang berlaku pada saat pemeteraian kemudian dilakukan (Pasal 3 huruf a Kepmenkeu 476/2002).

Sehingga, kekuatan pembuktian surat pernyataan yang tidak dibubuhi Meterai tetapi akan dijadikan alat bukti di pengadilan, memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan surat pernyataan yang telah bermeterai. Namun, untuk dapat dijadikan alat bukti, harus memenuhi syarat administratif yaitu melunasi Bea Meterai yang terutang.

1 komentar:

  1. Semua berita yang ada di website anda sangat menarik perhatian untuk di simak, salam sehat. . . !! Semoga beritanya dapat bermanfaat! share ya gan, thanks nih!!

    BalasHapus