INFO ANYAR | UAS Mata Kuliah Hukum Bisnis dilaksanakan tanggal 10-06-2016 pukul 14.00 - 15.30 | RKAKL Online Klik Disini | Chek in Online Garuda Klik Disini | Cek Garuda Miles Klik Disini | Materi MK Hukum Bisnis, Lihat Pada Menu Materi Kuliah Hkm. Bisnis |

06 Januari 2014

Teori Yang Mendasari Lahirnya Fanatisme

Fanatisme adalah suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Menurut definisinya, fanatisme biasanya tidak rasional atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya.

Pengertian Fanatisme sendiri dapat disebut sebagai orientasi dansentimen yang mempengaruhi seseorang dalam :

  1. berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau member sesuatu,
  2. dalam berfikir dan memutuskan,
  3. dalam mempersepsi dan memahami sesuatu, dan
  4. dalam merasa secara psikologis, seseorang yang fanatic biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini.
Fanatisme dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku agresi. Individu yang fanatic akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional.

Fanatisme dapat dijumpai di setiap lapisan masyarakat, di negri maju, maupun di negeri terbelakang, pada kelompok intelektual maupun pada kelompak awam, pada masyarakat beragama maupun pada masyarakat atheis. Pertanyaan yang muncul ialah apakah fanatisme itumerupakan sifat bawaan manusia atau karena direkayasa? Di bawah ini terdapat teori mengenai fanatisme :

  1. Sebagian ahli ilmu jiwa mengatakan bahwa sikap fanatic itu merupakan sifat natural (fitrah) manusia, dengan alasan bahwa pada lapisan masyarakat manusia di manapun dapat dijumpai individu atau kelompok yang memilki sikap fanatik. Dikatakan bahwa fanatisme itu merupakan konsekwensi logis dari kemajemukan social atau heteroginitas dunia, karena sikap fanatic tak mungkin timbul tanpa didahului perjumpaan dua kelompok sosial.Dalam kemajemukan itu manusia menemukan kenyataan ada orang yang segolongan dan ada yang berada di luar golongannya. Kemajemukan itu kemudian melahirkan pengelompokan "in group" dan "out group".
    Fanatisme dalam persepsi ini dipandang sebagai bentuk solidaritas terhadap orang-orang yang sefaham, dan tidak menyukai kepada orang yang berbedafaham. Ketidaksukaan itu tidak berdasar argument logis, tetapi sekedar tidak suka kepada apa yang tidak disukai (dislike of the unlike). Sikap fanatic itu menyerupai bias dimana seseorang tidak dapat lagi melihat masalah secara jernih dan logis, disebabkan karena adanya kerusakan dalam sistem persepsi (distorsion of cognition).Jika ditelusuri akar permasalahannya, fanatik – dalam arti cinta buta kepada yang disukai dan antipasti kepada yang tidak disukai – dapat dihubungkan dengan perasaan cinta diri yang berlebihan (narcisisme), yakni bermula dari kagum diri, kemudian membanggakan kelebihan yang ada pada dirinya atau kelompoknya, dan selanjutnya pada tingkatan tertentu dapat berkembang menjadi rasa tidak suka , kemudian menjadi benci kepada orang lain, atau orang yang berbeda dengan mereka. Sifat ini merupakan perwuju dan dari egoisme yang sempit.
  2. Pendapat kedua mengatakan bahwa fanatisme bukan fitrah manusia, tetapi merupakan hal yang dapat direkayasa. Alasan dari pendapat ini ialah bahwa anak-anak, dimanapun dapat bergaul akrab dengan sesame anak-anak, tanpa membedakan warna kulit ataupun agama. Anak-anak dari berbagai jenis bangsa dapat bergaul akrab secara alami sebelum ditanamkan suatu pandangan oleh orang tuanya atau masyarakatnya. Seandainya fanatic itu merupakan bawaan manusia, pasti secara serempak dapat dijumpai gejala fanatik di sembarang tempat dan disembarang waktu. Nyatanya fanatisme itu muncul secara berserakan dan berbeda-beda sebabnya.
  3. Teori lain menyebutkan bahwa fanatisme berakar dari tabiat agressi seperti yang dimaksud oleh Sigmund Freud ketika ia menyebut instink Eros (ingin tetap hidup) dan instink Tanatos (siap mati).
  4. Ada teori lain yang lebih masuk akal yaitu bahwa fanatisme itu berakar pada pengalaman hidup secara aktual. Pengalaman kegagalan dan frustrasi terutama pada masa kanak-kanak dapat menumbuhkan tingkat emosi yang menyerupai dendam dan agressi kepada kesuksesan, dan kesuksesan itu kemudian dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses. Seseorang yang selalu gagal terkadang merasa tidak disukai oleh orang lain yang sukses. Perasaan itu kemudian berkembang menjadi merasa terancam oleh orang sukses yang akan menghancurkan dirinya. Munculnya kelompok ultra ekstrim dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari terpinggirkannya peran sekelompok orang dalam sistem sosial (ekonomi dan politik) masyarakat dimana orang-orang itu tinggal.

    Di Indonesia, ketika kelompok Islam dipinggirkan secara politik pada zaman Orde Baru terutama pada masa kelompok elit Kristen Katolik (Beni Murdani, Sudomo, Radius Prawiro, Andrianus Moy, Sumarlin, Hutahuruk, Jendral Pangabean) secara efektif mengontrol pembangunan Indonesia, maka banyak kelompok Islam merasa terancam, dan mereka menjadi fanatik. Ketika menjelang akhir Orde Baru di mana kelompok Kristen Katolik mulai tersingkir sehingga cabinet dan parlemen disebut ijo royo-royo (banyak orang Islamnya), giliran orang Kristen yang merasa terancam, dan kemudian menjadi ekstrim, agressip dan destruktif seperti yang terjadi di Kupang dan Ambon, Poso, juga Kalteng (juga secara tersembunyi di Jakarta).

    Jalan fikiran orang fanatic itu bermula dari perasaan bahwa orang lain tidak menyukai dirinya, dan bahkan mengancam eksistensi dirinya. Perasaan ini berkembang sedemikian rupa sehingga ia menjadi frustrasi. Frustrasi menumbuhkan rasa takut dan tidak percaya kepada orang lain. Selanjutnya perasaan itu berkembang menjadi rasa benci kepada orang lain. Sebagai orang yang merasa terancam maka secara psikologis terdorong untuk membela diri dari ancaman, dan dengan prinsip lebih baik menyerang lebih dahulu dari pada diserang, maka orang itu menjadi agressif. 28). Teori ini dapat digunakan untuk menganalisa perilaku agressip (1) orang Palestina yang merasa terancam oleh orang Yahudi Israel, agressip kepada warga dan tentara Israel, dan (2) perilaku orang Yahudi yang merasa terkepung oleh negara-negara Arab agressip kepada orang Palestina. Teori ini juga dapat digunakan untuk menganalisa (3) perilaku ekstrim kelompok sempalan Islam di Indonesia pada masa orde baru (yang merasa ditekan oleh sistem politik yang didominasi oleh oknum-oknum anti Islam), agressip kepada Pemerintah.

Dari empat teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mengurai perilaku fanatic seseorang/sekelompok orang, tidak cukup dengan menggunakan satu teori, karena fanatic bisa disebabkan oleh banyak faktor, bukan oleh satu factor saja. Munculnya perilaku fanatic pada seseorang atau sekelompok orang di suatu tempat atau di suatu masa bisa terja dikarena:

  • merupakan akibat logis dari sistem budaya lokal, tetapi boleh jadi
  • merupakan perwujudan dari motif pemenuhan diri kebutuhan kejiwaan individu/sosial yang terlalu lama tidak terpenuhi.
Dalam teori, fanatisme adalah sebuah keadaan dimana seseorang atau sebuah kelompok yang menganut sebuah paham, agama, kebudayaan atau apapun itu dengan cara yang berlebihan [membabi buta] sehingga berakibat kurang baik, bahkan cenderung menimbulkan perseteruan dan konflik serius.

Ciri-ciri yang jelas dari sifat fanatic adalah ketidakmampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah. Secara garis besar fanatic memengambil bentuk :
(a) fanatic warna kulit,
(b) fanatic etnik/kesukuan, dan
(c) fanatic klas sosial.

Fanatik agama sebenarnya bukan bersumber dari agama itu sendiri, tetapi biasanya merupakan kepanjangan dari fanatic etnik atau klas sosial.

Sumber :

0 komentar:

Posting Komentar